Komisi III Tinjau Pelaksanaan KRIS di RSD Gunung Jati, Soroti Ketimpangan Tagihan BPJS -->

Komisi III Tinjau Pelaksanaan KRIS di RSD Gunung Jati, Soroti Ketimpangan Tagihan BPJS

Fokus Kabar
Wednesday, May 7, 2025, May 07, 2025 WIB Last Updated 2025-05-07T14:09:58Z
stnting

masukkan script iklan disini

Fokus Kabar (Kota Cirebon) -
Komisi III DPRD Kota Cirebon membahas kesiapan RSD Gunung Jati terhadap pelaksanaan Perpres Nomor 59/2024 tentang Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit.

Memimpin jalannya rapat, Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon Yusuf MPd mengapresiasi implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di RSUD Gunung Jati yang dinilai telah sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

Hal ini disampaikannya saat melakukan pemantauan langsung ke rumah sakit tersebut, Senin (6/5/2025) di ruang Komite Medis RSD Gunung Jati.



“Alhamdulillah, hari ini kami melihat Perpres tersebut dilaksanakan dengan baik di Rumah Sakit Gunung Jati. Semoga targetnya terus ditingkatkan, tidak hanya karena KRIS, tetapi juga mewujudkan rumah sakit yang unggul dan mendukung program Hospital Tourism Rumah Sakit berbasis pariwisata,” ujar Yusuf.

Ia menjelaskan, salah satu perubahan signifikan dalam penerapan KRIS adalah pengurangan kapasitas pasien per kamar.

“Dulu satu kamar bisa diisi oleh enam pasien, sekarang hanya empat pasien. Ini menunjukkan adanya peningkatan kenyamanan dan kualitas layanan,” katanya.

Sementara itu, Direktur RSUD Gunung Jati dr Katibi MKM memaparkan bahwa standar KRIS mencakup pemenuhan 12 komponen layanan dasar, seperti bahan bangunan yang sesuai standar hingga tersedianya outlet oksigen di setiap ruangan.

“KRIS memastikan bahwa seluruh pasien, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta, mendapatkan layanan yang setara secara infrastruktur,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, KRIS kini menjadi standar layanan bagi seluruh peserta BPJS dari kelas 1 hingga kelas 3, sehingga seluruh warga bisa memperoleh pelayanan yang lebih layak. Yusuf juga menyoroti dampak penerapan Universal Health Coverage (UHC) di Kota Cirebon.

“Kita lihat sendiri, kelas 3 sekarang sudah pakai AC, kamar mandi di dalam, dan hanya diisi empat orang. Namun, beban layanan ini juga meningkat. Meskipun APBD kita hanya menanggung sekitar 77.800 warga, faktanya tagihan BPJS tembus 79.000 jiwa,” ujarnya.



Menurut Yusuf, hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan.

“Ada warga dari luar Kota Cirebon yang mendapatkan layanan BPJS di sini. Ini menjadi ganjil karena pada akhirnya tagihan dibebankan ke Kota Cirebon, bukan ke daerah asal pasien.”

Ia mengungkapkan bahwa persoalan ini tengah dibahas oleh Komisi III DPRD Kota Cirebon untuk mencari solusi. Dia berharap, Komisi III bisa menjalin komunikasi dengan Pemerintah Provinsi maupun daerah asal pasien-pasien tersebut.

“Karena yang piutang yang harus ditagih itu ya Kota Cirebon, padahal warganya dari luar,” katanya.

Yusuf menegaskan, pihaknya akan segera melaporkan kondisi ini kepada pimpinan DPRD dan mendorong adanya komunikasi antardaerah.

“Kami ingin ada kejelasan ke depan. Apakah kita diberi ruang untuk koordinasi lintas wilayah, atau seperti apa. Yang pasti, kami akan teruskan ini ke pimpinan sebagai bahan untuk ditindaklanjuti,” tutupnya.

Hadir dalam rapat Wakil Ketua Komisi III Sarifudin SH, Sekretaris Komisi III R Endah Arisyanasakanti SH, serta anggota Komisi III M Fahmi Mirza Ibrahim SE, Indra Kusumah Setiawan AMd, Rizki Putri Mentari SH, dr Tresnawaty SpB, Stanis Klau, Leni Rosliani SIP, Rinna Suryanti ST, Prisilia. 

(herwin)

Komentar

Tampilkan

Terkini