RKB SMKN 1 Kapetakan: Pondasi Limestone, K3 Terabaikan? -->

RKB SMKN 1 Kapetakan: Pondasi Limestone, K3 Terabaikan?

Fokus Kabar
Saturday, September 27, 2025 Last Updated 2025-09-27T14:51:28Z

Fokus Kabar (
Cirebon) - Anggaran pendidikan selalu menjadi isu sensitif. Setiap rupiah yang keluar dari kas negara seharusnya menjelma ruang belajar yang layak, hingga keselamatan bagi pekerja yang membangunnya. Namun, di Cirebon, proyek pembangunan ruang kelas baru (RKB) yang didanai Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru menyingkap ironi: janji pendidikan kokoh bertumpu pada fondasi yang rapuh.

****Janji Politik, Realitas Proyek

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Cabang Wilayah X meluncurkan pembangunan RKB di sejumlah sekolah. Proyek ini disebut-sebut sebagai tindak lanjut janji Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau KDM, yang berkampanye dengan narasi peningkatan mutu pendidikan.

Salah satunya, pembangunan RKB di SMK Negeri 1 Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Nilai kontrak mencapai Rp2,26 miliar, bersumber dari APBD Jawa Barat, dengan durasi pekerjaan 150 hari kalender. Namun, alih-alih menghadirkan ruang belajar baru yang sesuai standar, proyek ini justru memantik sorotan.

***Fondasi Limestone, Aturan Dilanggar?

Kecurigaan bermula dari laporan masyarakat yang ditampung oleh LSM Gempar Peduli Rakyat Indonesia (GPRI) DPC Cirebon. Ketua GPRI, Tursija, menyebut adanya indikasi pengurangan spesifikasi teknis pada pondasi bangunan.

Tim investigasi menemukan penggunaan batu putih jenis limestone sebagai dasar pondasi kolom. Padahal, standar material untuk pondasi sudah jelas diatur: batu kali, batu belah, atau batu gunung yang keras, padat, dan tidak lapuk. "Limestone itu rapuh jika terkena air tanah dalam waktu lama. Fondasi bisa tergerus dan bangunan rawan ambruk," kata Tursija.

Regulasi pun tak bisa diperdebatkan. Permen PU dan SNI 03-6861.2-2002 menegaskan bahwa material pondasi wajib memenuhi syarat teknis: keras, padat, tidak berpori besar, dan tidak mudah terurai oleh cuaca atau air. Penggunaan limestone jelas bertentangan dengan ketentuan.

***K3, Formalitas di Atas Kertas

Masalah lain muncul dari sisi keselamatan kerja. Saat proyek berlangsung, sejumlah pekerja terlihat hanya bersandal jepit, tanpa helm keselamatan atau rompi pelindung. Gambaran itu kontras dengan kewajiban kontraktor yang diatur dalam Permen PUPR No. 21/2019 tentang SMK3 Konstruksi, serta UU Jasa Konstruksi No. 2/2017.

Pasal 59 UU Jasa Konstruksi bahkan menegaskan penyedia jasa wajib melaksanakan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan. "K3 bukan pilihan, melainkan kewajiban hukum. Kalau kontraktor membiarkan pekerja tanpa APD, itu sama saja menyiapkan kecelakaan," ujar Tursija.

Sayangnya, praktik di lapangan menunjukkan sebaliknya. K3 hanya menjadi lembaran formal dalam dokumen kontrak, tanpa implementasi nyata.


***Identitas Kontraktor yang Tersembunyi


Ketika publik menuntut transparansi, papan informasi proyek justru absen mencantumkan alamat perusahaan pelaksana. Upaya penelusuran melalui laman Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) akhirnya menemukan jejak: CV Putra Bongas, perusahaan asal Purwakarta, dengan direktur berinisial RPK.

Namun, keterlibatan perusahaan ini menambah daftar pertanyaan. Kepala SMKN 1 Kapetakan, Moch. Abdurachman, hanya menyebut pelaksana berasal dari Karawang. "Penanggung jawabnya PM dari Kertasura, pemborongnya dari Karawang," ujarnya singkat.

Minimnya keterbukaan soal kontraktor pelaksana menambah kecurigaan publik. Pasalnya, proyek pemerintah seharusnya menjunjung prinsip akuntabilitas dan keterbukaan informasi.

***Konfirmasi yang Tak Kunjung Datang

Redaksi Fokuskabar mencoba menghubungi perusahaan melalui alamat email yang tercantum: cv.putrabongas***@gmail.com. Pesan terkirim pada 27 September, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan.  (Tri Hadi)
Komentar

Tampilkan

Terkini